Akhirnya Menghadap Ke Laut

Laut sebenarnya bukan hal yang baru buat saya karena sedari kecil, saya sudah akrab dengan kehidupan laut. Hanya saja, saya kurang fasih berenang, apalagi menyelam. Saya sendiri memiliki halusinasi yang tinggi saat berada di dalam air, terutama di laut. Perasaan saya seperti ada yang memanggil-manggil lalu melambai ke arah saya kala berada dalam air. Pernah suatu ketika di Leang Kareta, Selayar, saya mengikatkan tali di salah satu kaki sebagai penanda bahwa saya sudah terlampau jauh meninggalkan perahu. Setelah tali tersentak, saya pun berputar arah ke perahu. Seiring waktu berjalan, saya memang lebih banyak berkecimpung di kawasan sekitar hutan dan gunung. Bukan berarti saya harus melupakan laut karena saya sendiri hanya bisa menyantap ikan laut. Tenggorokan saya seperti tidak ramah terhadap aroma ikan air tawar. Continue reading “Akhirnya Menghadap Ke Laut”

5 Destinasi Wisata yang Ada Di Kendari dan Sekitarnya

Kendari adalah ibukota dari Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra). Dari Kota Makassar, Sulawesi Selatan, hanya memakan waktu 55 menit via jalur udara, setara dengan naik pete-pete (angkot) ke Tugu Bambu, Paris (Pangkajene pinggir sungai).

Tidak perlu bingung soal penginapan di kota dengan land mark ‘Tugu Religi Sultra’ yang dulinya disebut ‘Tugu Persatuan’. Dua tempat yang mudah ditemukan di Kota Lulo (julukan Kota Kendari. Lulo sendiri adalah tarian dengan simbol persahabatan, juga sebagai ajang perkenalan, mencari jodoh, dan mempererat tali persaudaraan) ini adalah hotel dan rumah bernyanyi. Konon, padatnya populasi kedua tempat itu dipengaruhi oleh pertambangan yang sempat menjadi primadona di Sultra umumnya. Berbeda dengan Makassar yang dibanjiri minimarket. Continue reading “5 Destinasi Wisata yang Ada Di Kendari dan Sekitarnya”

Lemo-Lemo 30 Derajat Celcius

Gambar

Suasana pagi di Dongi memang berbeda. Sejuk udara pagi adalah suguhan yang begitu nikmat. Baru beberapa orang dari kami yang terjaga, selebihnya masih enggan beranjak dari mimpi indahnya, bahkan ada juga yang baru mencari peruntungan untuk memejamkan mata. Menikmati kopi panas di beranda rumah panggung, burung-burung pun saling sahut mendendangkan lagu favoritnya. Lambaian sayonara dari helaian daun-daun kelapa yang pohonnya menjulang tinggi seolah mengisyaratkan bahwa pagi akan segera berlalu. Rupanya jam sudah menunjukkan pukul 08.30 wita. Setelah semuanya bangun, kami pun berdiskusi untuk menentukan tujuan selanjutnya. Dari perhitungan waktu yang ada, maka pilihan jatuh pada Pantai Lemo-Lemo yang tak jauh dari tempat nginap kami. Continue reading “Lemo-Lemo 30 Derajat Celcius”